Rabu, 06 Mei 2015

Branchless Banking ( Tugas 2 Softskill )





            Branchless banking adalah jaringan distribusi yang digunakan untuk memberi layanan finansial di luar kantor-kantor cabang bank melalui teknologi dan jaringan alternatif dengan biaya efektif, efisien, dan dalam kondisi yang aman dan nyaman. Tujuan branchless banking untuk mendorong transaksi keuangan yang lebih aman, dan mencegah money laundering. Target akhirnya adalah perluasan akses dalam layanan keuangan. Salah satu alasan pentingnya implementasi layanan branchless banking adalah masih rendahnya akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan formal. Di Indonesia bila dibanding dengan negara-negara tetanga branchless banking masih memiliki persentase akses layanan jasa keuangan yang rendah.
Pengimplementasian layanan branchless banking tidak mudah, khususnya dalam hal sosialisasi. Layanan ini, seharusnya mengedukasi sampai ke tingkat masyarakat bawah. Harus menyasar ke masyarakat yang benar-benar belum terakses layanan keuangan formal. Branchless banking merupakan salah satu strategi distribusi perbankan yang memberi layanan keuangan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang bank.
 Branchless banking menjadi solusi untuk menjangkau masyarakat yang tinggal di daerah pelosok, dengan berbagai kondisi geografis. Di Indonesia, banyak daerah yang sulit diakses dengan kendaraan bermotor. Tak sedikit masyarakat yang harus menempuh perjalanan selama beberapa jam atau berhari-hari, untuk mendatangi kantor cabang sebuah bank
Dengan pembahasan mengenai Branchless Banking kita akan coba melihat lebih jauh kenapa perlu adanya BB. Untuk kita pahami sesuai pembahasan sebelumnya tentang istilah Branchless Banking, kita berpatokan pada istilah Branchless Banking sebagai kegiatan layanan transaksi bank dengan kriteria sebagai berikut :

1.
Tanpa melalui kantor cabang bank
2. Menggunakan agen yang bekerjasama dengan bank
3. Nasabah bisa melakukan transaksi sendiri atau menggunakan agen
4. Fitur transaksi yang sederhana/basic feature
5. Layanan murah/low cost transaction
6. Ditujukan khususnya untuk segmen bawah atau unbanked
            Saat ini lebih dari 100 negara telah mengadopsi branchless bankinguntuk memperluas jangkauan layanan keuangan. Bank Indonesia telah pula mengembang­kan branchless banking di Indonesia. Uji coba dijalankan dengan menggandeng perbankan dan perusahaan telekomunikasi. Apa pun cara yang dipilih, tujuan yang ingin di­capai adalah memperluas akses layanan ke­uangan di masyarakat.
            Secara teknis Branchless Banking di dukung dengan Teknologi mobile dan keberadaan agen
Branchless banking merupakan kombinasi antara agent banking dan mobile banking. Agent banking adalah kegiatan usaha non-bank, termasuk agen keliling, atau warung dan toko yang membantu bank memberikan layanan perbankan. Sedangkan mobile banking adalah akses layanan perbankan melalui telepon seluler (ponsel).

MODEL BRANCHLESS BANKING DI INDONESIA
            Branchless Banking di Indonesia mempunyai dua model yang sering digunakan yaitu :
1.      Mobile Banking
Mungkin masyarakat Indonesia sudah tidak asing mendenganr model yang satu ini. Ya model ini  menggunakan telepon genggam untuk mengakses semua kebutuhan nasabah. Penggunaannya cukup mudah yaitu hanya dengan menginstall aplikasi yang dibutuhkan dan terhubung dengan server bank melalui operator selular.
2.      Agent Banking
Agent banking ? mungkin masyarakat masih banyak yang belum tahu tentang ini. gent banking adalah orang yang ditunjuk dan telah diverivikasi oleh pihak bank, istilahnya agent ini adalah kepanjangan tangan dari pihak bank. Biasanya agent menyediakan tempat di rumah mereka yg dilengkapi oleh mesin EDC (electronic data capture) dari pihak bank. Mesin EDC ini digunakan untuk membaca sidik jari nasabah sebagai verivikasi data transaksi.
MANFAAT BRANCHLESS BANKING
            Branchless Banking ini juga mempunyai manfaat bagi bank dan nasabahnya. Apa saja manfaat itu ?
1.      Perluasan jaringan kantor.
Dengan menggunakan branchless banking ini, setiap bank mampu menekan biaya hingga 80%

2.      Pendapatan bank bisa bertambah dengan pemasukan dari sektor biaya atau fee based income
Setiap transaksi yang dilakukan dengan menggunakan Branchless Banking akan dikenakan biaya sebesar Rp. 5.000
HAL-HAL DIPERLUKANNYA BRANCHLESS BANKING
            Studi-studi yang dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah, swasta, asosiasi, perusahaan keuangan maupun lembaga donor menyimpulkan beberapa hal kenapa perlunya Branchless Banking adalah :
1. Seperti halnya dinegara negara berkembang Indonesia termasuk didalamnya, akses layanan perbankan masyarakat bawah masih kurang bahkan beberapa negara dapat dikatakan kurang sekali. Indonesia sendiri berdasarkan survey Bank Dunia tahun 2010 berkisar 49% dari populasi belum terlayani. Negara-negara lain seperti Pakistan 85%, Filipina 75%, China 60% dan India 55%. Thailand dan Malaysia justru lebih rendah dari Indonesia.

2. Pembukaan kantor bank yang memerlukan investasi dan biaya operasional yang mahal. Sebagai gambaran rata-rata biaya investasi yang dibutuhkan bisa sekitar 1,5 milyar dengan biaya operasional tahunan sekitar 900 juta per kantor

3. Konsentrasi lokasi perbankan banyak didaerah perkotaan atau urban yang padat. Hal ini dikarenakan potensi bisnis yang secara kasat mata sudah jelas terlihat menguntungkan bagi bank. Kalaupun ada di rural area, dapat dipastikan merupakan area yang padat aktifitas ekonomi, berkembang sehingga secara ekonomis bank melihat feasibility membuka bank didaerah tersebut menguntungkan.

4. Persepsi masyarakat bawah terhadap layanan bank. Mereka melihat bank sebagai sesuatu yang tidak untuk mereka (bank is not for me). Sejatinya mereka justru dalam keseharian bersentuhan secara tidak langsung dengan layanan keuangan (financial service) yang juga dilakukan bank.

5. Potensi besar segmen bawah yang belum tergarap. Jujur kita akui bahwa aktifitas ekonomi sebagian besar digerakkan oleh sektor ekonomi kelas bawah seperti usaha-usaha mikro yang masih dilaksanakan melalui mekanisme tunai. Berdasarkan data kurang lebih sebesar Rp. 300 triliun uang tunai ditransaksikan lewat segment ini. Apabila jumlah tersebut masuk ke sistem perbankan dan disalurkan bank kembali dalam bentuk kredit ke meraka, tentunya akan menjadi stimulus penggerak perekonomian yang sangat besar. Efisiensi dalam pengeloaan uang tunai oleh BI pun akan dapat ditingkatkan dengan adanya penggunaan transaksi melalui branchless banking.

6. Kemajuan teknologi khusus dalam berkomunikasi. Adanya tingkat penetrasi yang tinggi perusahaan telco ke masyarakat bawah melalui penggunaan telepon seluler.

Hal-hal tersebut diatas, mengkondisikan perlunya Branchless Banking dan saat ini sedang berkembang di negara-negara Asia Pasific, Africa dan Amerika Latin. Asia merupakan emerging market termasuk Indonesia yang baru mulai memasuki era ini, meskipun aturan terkait penerapannya masih dalam persiapan oleh BI.
Branchless banking bisa menjadi masa depan perbankan indonesia, faktor kemudahan dan kenyamanan merupakan hal utama yang ditawarkan oleh bank-bank di indonesia lewat bisnis branchless banking ini. Saat ini, bank BCA, Mandiri dan beberapa bank lain sudah melaksanakan model bisnis branchless banking ini dengan metode mobile banking. Kedepan, Bank BRI juga berencana akan membuka sekitar 12.000 agent untuk branchless banking mereka. Bahkan bank BTPN juga sudah melaksanakan uji coba branchless banking dengan metode mobile dan agent.


IMPLEMENTASI BRANCHLESS BANKING

Relatif masih banyaknya masyarakat Indonesia yang belum bisa mengakses pelayanan jasa keuangan, menjadi perhatianBank Indonesia (BI) dan Pemerintah. merupakan upaya untuk mendorong sistim keuangan agar dapat diakses seluruh lapisan masyarakat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sekaligus mengatasi kemiskinan. Keuangan Inklusif merupakan suatu kegiatan menyeluruh yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan dengan didukung oleh berbagai infrastruktur yang ada. Dari sisi ekonomi makro, program ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang makin inklusif dan berkelanjutan, serta dapat memberikan manfaat kesejahteraan bagi rakyat banyak.

Urgensi memperluas layanan keuangan kepada masyarakat didasari oleh hasil Survey Neraca Rumah Tangga yang dilakukan Bank Indonesia pada 2010 yang menyebutkan bahwa 62% rumah tangga tidakmemiliki tabungan sama sekali. Fakta ini sejalan dengan hasil studi World Bank tahun 2010 yang menyatakan bahwa hanya separuh dari penduduk Indonesia yang memiliki akses ke sistem keuangan formal. Artinya ada lebih dari setengah penduduk yang tidak punya akses ke lembaga keuangan formal sehingga membatasi kemampuan masyarakat untuk terhubung dengan kegiatan produktif lainnya.Kondisi tersebut tidak berbeda jauh dengan Sulawesi Tengah dimana rasio jumlah rekening simpanan masyarakat pada perbankan terhadap jumlah penduduk baru mencapai 45.19%. 


Kendala yang dihadapi dalam memperluas inklusi keuangan secara umum dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) yakni kendala yang dihadapi masyarakat dan kendala yang dihadapi oleh lembaga keuangan. Dalam hal menabung, kendala yang dihadapi masyarakat yakni tingkat pemahaman terhadap pengelolaan keuangan yang masih kurang dan biaya pembukaan rekening serta biaya administrasi yang bagi sebagian masyarakat dinilai cukup memberatkan. Sementara dalam hal meminjam hambatan yang dihadapi masyarakat diantaranya adalah pemenuhan persyaratan aspek legal formal usaha yang dimiliki, kurangnya informasi tentang produk perbankan, atau produk yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Adapun kendala di tingkat lembaga keuangan diantaranya adalah keterbatasan cakupan wilayah dan memperluas jaringan kantor, kurangnya informasi mengenai nasabah potensial, dan terbatasnya informasi mengenai keuangan konsumen. Disisi lain untuk menambah jaringan kantor di daerah terpencil, bank dihadapkan pada persoalan biaya pendirian yang relatif mahal. Branchless banking diharapkan dapat menjembatani kendala tersebut untuk mendekatkan layanan perbankan kepada masyarakat khususnya yang jauh dari kantor bank.
  

Layanan keuangan yang diberikan melalui branchless bankingini merupakan layanan sistem pembayaran dan perbankan terbatas yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan ekonomi masyarakat unbankeddan underbanked, seperti pengiriman uang, menyimpan kelebihan pendapatan, dan memperoleh tambahan dana untuk pembiayaan usaha produktif. Secara umum karakteristik masyarakat yang menjadi target dalam kerangka branchless banking yakni memiliki pendapatan relative kecil, pemahaman terhadap sistem keuangan yang kurang, dan tidak/kurang memiliki pengalaman dalam menggunakan jasa/produk perbankan.

 
Sebagai tahap awal, Bank Indonesia telah menetapkan 8wilayah sebagai pilot project yakni Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur. Pemilihan daerah tersebut didasarkan oleh tingkat kejenuhan perbankan yang diukur dengan variable data PDRB, jumlah penduduk, jumlah DPK, dan tingkat potensi UMK. Saat ini terdapat beberapa bank yang siap untuk terlibat dalam pilot projecttersebut yakni Bank Mandiri, BRI, BTPN, Bank Sinar Harapan Bali, dan Bank CIMB Niaga. Dalam cakupan yang lebih luas selain sebagai sarana untuk melakukan transaksi, branchless bankingakan dikaitkan dengan penyediaan informasi para pelaku usaha di daerah yang belum tersentuh layanan perbankan, untuk memperoleh informasi lain yang terkait dengan kegiatan usahanya (harga, cuaca, angkutan, dll). 

KEUANGAN INKLUSIF ( FINANSIAL INCLUSIF )
Muhammad Yunus, banker dan ekonom Bangladesh yang mengembangkan konsep kredit mikro dan microfinance sebagai cara pembiayaan bagi kalangan masyarakat yang tidak memiliki akses kepada pinjaman bank tradisional dianugerahi  penghargaan Nobel Perdamaian 2006. Mereka adalah kalangan masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap pinjaman bank. Tapi Muhammad Yunus berani memberikan  pinjaman kepada mereka. Terbukti, mereka bisa dipercaya dan program ini berhasil mengangkat derajat dan kondisi ekonomi mereka yang selama ini tidak pernah disentuh oleh perbankan.
Dalam International Microfinance Conference, Yogyakarta 22-23 Oktober 2012,  pemaparan yang beliau sampaikan bertajuk “Microfinance as a Social Business: A Way to Solve Society’s Most Pressing Problems” yakni aktivitas bisnis sosial sama atau  bahkan bisa bermakna lebih dari filantrofis karena kegiatan bisnis sosial dapat meningkatkan tingkat kemandirian ekonomi. Filantrofis memberikan uang, tetapi orang yang menerimanya cenderung tidak mendapatkan uang itu kembali. Sedangkan, bisnis sosial memberikan uang dan orang yang menerimanya bisa mendapatkan uang itu kembali. Keuangan mikro, kredit mikro, dan keuangan inklusif bukan merupakan tujuan akhir namun berkurangnya kemiskinan, pengangguran.
Di Indonesia penerapan pembiayaan mikro melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Terbukanya akses keuangan terhadap masyarakat lapisan bawah merupakan suatu  pendekatan untuk mengurangi kesenjangan sosial, sehingga dapat tercipta pertumbuhan ekonomi berkualitas dan berkelanjutan. Hasil Riset BI tahun 2011, disebutkan bahwa sekitar 120 juta atau 50,6% dari 237 juta penduduk Indonesia belum tersentuh jasa  perbankan (unbankable). Lebih rinci, diketahui 62% rumah tangga nasional yang mencakup 32 juta jiwa belum tersentuh layanan perbankan. FI bertujuan untuk menjangkau kalangan pra-mikro atau masyarakat yang bahkan tidak memiliki pekerjaan dan tidak pernah memiliki usaha apapun. Riset Bank Dunia tahun 2011 berhasil menjawab masalah mengapa masyarakat berpenghasilan rendah belum membutuhkan layanan perbankan atau lembaga keuangan, yakni :
1.      Merasa belum memiliki uang yang cukup
2.      Belum memiliki pekerjaan tetap / pengangguran
3.      Tidak memeroleh manfaat bila berhubungan dengan bank atau lembaga keuangan lainnya
4.      Merasa tidak layak meminjam
5.      Tidak membutuhkan kredit
6.      Tidak memiliki jaminan untuk memeroleh pinjaman
7.      Tidak memiliki kemampuan untuk membayar cicilan utang
8.      Tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk pinjaman di bank
9.      Tidak akan memeroleh manfaat dari kredit bank

SUMBER